Kamis, 03 Juni 2010

Motor Di Larang Pakai Premium

PADA Agustus mendatang pemerintah melakukan ujicoba pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi kendaraan roda dua.

Kebijakan kontroversi ini dilontarkan Dirjen Migas Evita Legowo, yang katanya setelah ada kesepakatan dengan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia. Nantinya, BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi kendaraan umum dan kendaraan pribadi jenis tertentu.

Kalangan DPR pun sontak menolak kebijakan itu karena tidak ada pembicaraan sebelumnya. Politisi di Senanyan menilai harus ada kajian yang komprehensif sebelum pembatasan bensin bersubsidi diberlakukan efektif Agustus depan.

Memang urusan subsidi menjadi otoritas pemerintah. Kendati demikian, pemerintah juga patut mempertimbangkannya dari berbagai aspek dalam jangka panjang, termasuk mekanismenya seperti apa.

Selain akan berimbas pada penurunan tingkat penjualan kendaraan roda dua, kebijakan ini akan membebani rakyat. Sebab, mayoritas pengguna sepeda motor adalah kelas menengah ke bawah, otomatis jika ada larangan pengunaan bensin dan beralih ke pertamax tentunya sangat memberatkan konsumen.

Selisih harga bensin dengan pertamax yang mencapai 50 persen, akan sangat membebani pemilik sepeda motor yang saat ini diperkirakan sebanyak 33 juta. Yang menjadi pertanyaan dari mana biaya tambahan untuk beralih ke pertamax jika pendapatan tidak ada kenaikan? Misal para tukang ojek, haruskah menaikkan ongkos antar?

Di sinilah pemerintah harus cermat menghitung segala dampaknya. Alih-alih dapat melakukan penghematan, justru larangan roda dua memakai premium membuat marak praktik penimbunan. Ya, pura-pura mengisi mobil hingga penuh, padahal untuk dijual lagi ke pengguna motor.

Kesenjangan sosial di jalanan antara bikers dan pengendara mobil pun tidak menutupkemungkinan meledak. Luapan emosional menyusul insiden serempetan antara bikers dan pengendara mobil, misalnya. Mungkin ada solidaritas yang spontan sesama bikers, sehingga apa jadinya nasib mobil itu. Syukur kalau tidak dibakar.

Di sinilah pemerintah harus mengadakan kajian komprehensif dalam menerapkan strategi konsumsi BBM bersubsidi. Pasalnya, selama ini pemerintah tidak konsisten dengan kebijakannya, hanya fokus pada pengaturan konsumsi masyarakat, bukan pada efisiensi pada pengadaan BBM.

Juga perlu ada hitung-hitungan yang akurat mengenai jumlah konsusmi BBM antara kendaraan roda dua dan roda empat, mana yang lebi banyak. Agak aneh jika populasi roda dua yang lebih banyak dari mobil menjadi dasar pembatasan premium bersubsidi. Prinsipya, apa pun kebijakan pemerintah seyogianya prorakyat.

Tidak ada komentar: