Rabu, 09 Juni 2010

Kecerdasan Spiritual,Kecerdasan Intelektual,dan Kecerdasan Emosi

IQ, EQ, dan SQ adalah tiga istilah yang sudah cukup dikenal, terutama di kalangan praktisi dan spesialis pengembangan sumber daya manusia.

Istilah pertama yaitu intellectual quotient atau IQ menggambarkan kapasitas seseorang untuk melakukan kegiatan mental seperti berpikir, mencari penjelasan, dan memecahkan masalah secara logis. Berdasarkan hasil tes IQ, dapat ditentukan kemampuan seorang karyawan yang terkait dengan angka, kata-kata, visualisasi, daya ingat, penjelasan deduktif-induktif, dan kecepatan memersepsikan sesuatu. Dengan mengetahui dalam hal apa seorang karyawan memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, maka perusahaan dapat menempatkan karyawan tersebut pada posisi atau pekerjaan yang sesuai. Istilah kedua yaitu emotional quotient atau EQ yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman sekitar pertengahan tahun 1990 menjelaskan kemampuan seseorang untuk mendeteksi dan mengelola emosi.

Menurut Goleman,ada empat level kecerdasan emosi. Level pertama adalah self awareness atau kesadaran diri.Pada tahap ini,seorang karyawan dapat mengenal dan memahami emosi, kekuatan dan kelemahan, nilai-nilai serta motivasi dirinya.Pada level kedua, yaitu self management atau kelola diri, karyawan tidak hanya mampu mengenaldanmemahamiemosinya, tetapi juga mampu mengelola, mengendalikan dan mengarahkannya. Karyawan yang memiliki kemampuan kelola diri yang baik secara rutin melakukan evaluasi diri setelah menghadapi keberhasilan maupun kesuksesan dan mampu mempertahankan motivasi dan perilaku kerjanya untuk menghasilkan kinerja yang baik.

Pada level ketiga yang disebut social awareness atau kesadaran sosial, karyawan sudah mampu berempati, yaitu peka terhadap perasaan, pemikiran,dan situasi yang dihadapi orang lain. Kecerdasan emosi memampukan kita untuk menyadari dan memahami perasaan sendiri dan orang lain, memampukan kita menilai suatu situasi dan bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dan,pada level yang tertinggi yaitu relationship management atau kelola hubungan,seorang karyawan mampu mengendalikan dan mengarahkan emosi orang lain. Karyawan tersebut mampu menginspirasi orang lain,memengaruhi perasaan dan keyakinan orang lain, mengembangkan kapabilitas orang lain, mengatasi konflik, membina hubungan,dan membentuk kerja sama yang menguntungkan semua pihak.

Istilah yang ketiga yaitu spiritual quotientatau SQdiyakini merupakan tingkatan tertinggi dari kecerdasan,yang digunakan untuk menghasilkan arti (meaning) dan nilai (value). Dua jenis kecerdasan yang disebutkan pertama,yaitu IQ dan EQ, merupakan bagian yang terintegrasi dari SQ.Mengacu pada teori motivasi yang dikemukakan Maslow, kecerdasan spiritual terkait dengan aktualisasi diri atau pemenuhan tujuan hidup, yang merupakan tingkatan motivasi yang tertinggi. Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang antara karier/pekerjaan dan pribadi/ keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi yang positif dan berbagi kebahagiaan kepada lingkungan.

Seperti Apakah Peran SQ di Tempat Kerja?

Karyawan dengan SQyang tinggi biasanya akan lebih cepat mengalami pemulihan dari suatu penyakit, baik secara fisik maupun mental. Ia lebih mudah bangkit dari suatu kejatuhan atau penderitaan, lebih tahan menghadapi stres,lebih mudah melihat peluang karena memiliki sikap mental positif, serta lebih ceria, bahagia dan merasa puas dalam menjalani kehidupan. Berbeda dengan karyawan yang memiliki SQ rendah. Pada orang dengan SQ rendah, keberhasilan dalam hal karier, pekerjaan, penghasilan, status dan masih banyak lagi hal-hal yang bersifat materi ternyata tidak selalu mampu membuatnya bahagia.Persaingan dan perbedaan kepentingan yang berlangsung begitu ketat sering kali membuat manusia kehilangan arah dan identitas.

Bagaimana membentuk kecerdasan spiritual yang tinggi di tempat kerja?

Manusia memiliki pikiran dan roh, ingin mencari arti dan tujuan, berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari komunitas. Karenanya, organisasi perlu membentuk budaya spiritualitas di lingkungan kerja.

Organisasi yang bersifat spiritual membantu karyawannya untuk mengembangkan dan mencapai potensi penuh dari dirinya (aktualisasi diri).Robbins & Judge dalam bukunya,Organizational Behavior, menyebutkan budaya spiritualitas yang perlu dibentuk adalah: - Strong sense of purpose. Meskipun pencapaian keuntungan itu penting, tetapi hal itu tidak menjadi nilai utama dari suatu organisasi dengan budaya spiritual. Karyawan membutuhkan adanya tujuan perusahaan yang lebih bernilai, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi. - Trust and respect.Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran.Salah satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan mengakui kesalahan. - Humanistic work practices.

Jam kerja yang fleksibel, penghargaan berdasarkan kerja tim, mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-hak individu pekerja,pemberdayaan karyawan, dan keamanan kerja merupakan bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual. - Toleration of employee expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor, spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi.

Tidak ada komentar: