Rabu, 09 Juni 2010

Bus Transjakarta Perlu Dipasangi CCTV

JAKARTA(SI) – Polda Metro Jaya mengusulkan pemasangan closed circuit television(CCTV) di setiap Bus Transjakarta menyusul maraknya aksi pelecehan seksual yang terjadi di angkutan massal tersebut.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Boy Rafli Amar mengaku akan menyampaikan usulan tersebut ke Dinas Perhubungan DKI Jakarta. “Itu (pemasangan CCTV) bisa menjadi salah satu usulan yang terbaik untuk busbus di Jakarta,”ujar Boy,kemarin.

Jika kamera pengawas itu sudah terpasang, menurut Boy, bisa dijadikan alat bukti bagi siapa pun yang menjadi korban pelecehan seksual untuk dibawa ke ranah hukum. Sebab, biasanya para pelaku bebas melakukan aksinya karena tidak ada saksi maupun alat bukti lainnya. “Kalau ada bukti dari CCTV maka bisa dijadikan bukti, selain saksi korban,”paparnya.

Dia mencontohkan kasus pelecehan seksual yang terjadi beberapa waktu lalu.Menurut Boy,polisi tidak bisa menindaklanjuti kasus tersebut karena tidak ada saksi walaupun korban telah mengetahui pelakunya.“Polisi hanya membuat surat perjanjian,kemudian pelaku kembali dilepaskan.

Kalau ada bukti lainnya dan saksi tidak menutup kemungkinan pelaku akan kami tahan,”bebernya.Atas dasar itu, kata dia, pemasangan CCTV diperlukan demi melindungi penumpang dari pelecehan seksual yang setiap saat bisa saja terjadi. Seperti diberitakan, seorang penumpang bus Transjakarta berinisial F, 31, menjadi korban pelecehan seksual ketika hendak menumpang bus menuju Harmoni.

Dari keterangan korban, pelaku yang berinisial AS itu melakukan aksinya saat dirinya sedang antre membeli tiket di Terminal Bus Transjakarta, Blok M. Saat itu,AS meremas bokong korban dan menempelkan kemaluannya ke tubuhnya dari belakangan. Korban kemudian berteriak hingga petugas keamanan Bus Transajakarta membawa pelakunya ke Polres Jakarta Selatan (Jaksel) guna melaporkan perbuatan yang dilakukan oleh AS. Namun, pelaku akhirnya dilepaskan setelah kurangnya saksi.

Pelaku hanya diminta menandatangani surat perjanjian untuk tidak mengulang perbuatan yang sama terhadap penumpang bus lainnya. Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jakarta Selatan Kompol Nurdi Satriaji membenarkan, tidak ditahannya pelaku karena tidak ada alat bukti.

“Korban juga tidak membuat laporan. Pelaku hanya menandatangani surat perjanjian agar tidak berbuat pelecehan seksual di Bus Transjakarta,”tandasnya. Wacana penyediaan armada bus Transjakarta khusus wanita ditanggapi pesimistis oleh Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta.Kepala Dishub DKI Udar Pristono menyatakan, penyediaan armada bus Transjakarta khusus wanita sulit terealisasi.

Alasannya, sarana dan prasarana yang ada sekarang masih belum memungkinkan untuk merealisasikan wacana tersebut. “Kami tidak yakin wacana penyediaan bus Transjakarta khusus wanita akan terealisasi, karena sarana dan prasarana belum memadai,” kata Udar kepada wartawan di Balai Kota kemarin.

Untuk mengantisipasi tindakan pelecehan seksual terhadap penumpang wanita, Dishub sudah melakukan beberapa langkah antisipasi. Salah satunya dengan membatasi jumlah kepadatan penumpang di dalam bus Transjakarta. Jumlah maksimal penumpangnya hanya 85 orang dalam setiap bus. “Kami akan coba mengurangi kepadatan dan antrean penumpang dengan mengatur jarak waktu kedatangan antarbus.

Rentang waktu yang ideal antara 5 menit hingga 15 menit,”tuturnya. Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Matnoor Tindoan juga pesimistis wacana pemisahan penumpang bisa terealisasi. Alasannya,kondisimasyarakatyang plural menyulitkan pengaturan tersebut.“Pada prinsipnya kami setuju, tetapi apakah bisa terealisasi, saya kok pesimistis.

Daripada banyak konsep tak terealisasi, lebih baik memaksimalkan yang ada dulu seperti pembatasan penumpang lebih masuk akal,”ungkapnya. Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta Nur Afni Sajim menilai penyediaan sarana angkutan umum yang aman dan nyaman di Ibu Kota masih belum optimal, termasuk bus Transjakarta. Untuk itu,Partai Demokrat mendukung wacana penyediaan armada khusus wanita.

“Masih banyak sarana publik yang kurang memperhatikan keselamatan kaum perempuan,” keluhnya. Kasus pelecehan seksual yang menimpa penumpang bus Transjakarta tidak bisa dianggap sepele. Apalagi,peristiwa tersebut terjadi di dalam angkutan publik milik pemerintah yang seharusnya memberikan rasa aman bagi warga. “Meski kasus pelecehannya ini terkait dengan moral si pelaku,bukan berarti pengelola bus Transjakarta tutup mata,”ujarnya.

Peneliti dari Institut Studi Transportasi (Instran), Izzul Waro, mendukung wacana penyediaan armada bus Transjakarta khusus perempuan.Menurut Izzul,wacana ini sudah lama bergulir,hanya saja kurang mendapat respon dari pengelola Bus Transjakarta.Pada 2008,INSTRAN pernah melakukan survei terhadap pengguna sarana angkutan publik terkait masalah tersebut.

“Ternyata responnya tinggi untuk peneydiaan armada khusus perempuan,”kata Izzul. Dia menyadari, penyediaan armada buswaykhusus wanita sulit untuk diterapkan.Namun, hal itu bukan berarti tidak bisa diusahakan. Penyediaan armada khusus wanita,lanjut Izzul,lebih memungkinkan daripada penyediaan gerbong khusus wanita pada kereta rel listrik (KRL).“Tinggal pengaturannya saja.Dalam hal ini peran satuan tugas di halte dan di dalam bus harus dioptimalkan,”pungkasnya.

Tidak ada komentar: